Tragedi Tsunami Aceh
(26 Desember 2004)
Masjid Raya BAITURRAHMAN BANDA ACEH Pasca Tsunami (Minggu 26 Desember 2004), foto tanggal 1 januari 2005
(Menggapai Hidup yang Bermakna)
Buku ini bercerita tentang Maimunah guru ngaji di Sabang yang telah bertahun-tahun berprofesi seperti itu hingga kini. Kelahiran Sabang 5 mei 1953, anak Abu djuned salah satu ulama di kota Sabang.Peristiwa gempa dan tsunami yang melanda NAD dan P.Nias telah setahun berlalu, tragedi ini telah menewaskan hampir 200.000 jiwa, suatu jumlah korban bencana alam terbesar di abad ini.
Tragedi ini merupakan hal yang telah menjadi perhatian dunia, saya sengaja menempatkan awal cerita buku ini dengan latar belakang kejadian tersebut yang saya peroleh dari seorang wanita yang bernama Maimunah dengan kisahnya yang mengharukan dan menyentuh kalbu. Mungkin saja kisah hidup ini sama dengan yang dialami oleh korban yang selamat dari gempa dan Tsunami, namun dengan keimanan dan keyakinannya yang tinggi kepada Allah SWT, telah menjadikan peristiwa tersebut sebagai hikmah dan pelajaran yang sangat berharga dalam kehidupanya. Saya tidak menyajikan dengan runut peristiwa demi peristiwa tersebut, namun demikian, mudah-mudahan hal tersebut dapat membuat buku ini menjadi lebih beragam dan berwarna, bagaikan kebun bunga di pagi hari.
Beberapa ayat suci dari Alquran dan Hadist sengaja ditampilkan untuk lebih memberi makna tulisan tersebut,serta memberi suatu spirit kebenaran untuk menuju kebaikan. Perjalanan dimulai dari Sabang, Maimunah dan keponakan Lina serta dua anaknya Aulia 6 bulan dan Hafiz 3 tahun ke Banda Aceh untuk menghadiran hajatan keluarga untuk berangkat ke tanah suci, di Banda Aceh ia bertemu keponakannya, Sulaiman dan diajak ke Meulaboh, malam tiba ke daerah pesisir barat.
Tidak terasa dalam suasana cerah pagi 26 Desember 2004, terjadi gempa 8,9 skala richter dan gelombang Tsunami, Aulia hanyut dengan muka pucat dan mulut berbusa, Maimunah tersangkut bajunya dipagar dan selamat, Hafiz robek lehernya, di jahit 8 jahitan di RS. Meulaboh, sedang Lina luka parah di kaki kanan dari ujung jempol ke sisi kakinya, mereka mengungsi ke Jeuram lalu ke Bireun tempat saudara abang kandung Maimunah, Ishak Djuned berdagang buah-buahan.
Lina akhirnya dioperasi di Medan atas bantuan RS. Jerman.
10 tahun yang lalu Maimunah juga hampir tenggelam saat kapal KMP Gurita karam 19 januari 1996, ia di ajak oleh kakak kandungnya Ramlah Djuned (kak maneh) tapi tidak jadi berangkat dari Sabang ke BandaAceh, seminggu kemudian kapal tenggelam kakaknya dan suami hilang dan tenggelam, termasuk Lina hampir saja ikut kapal bila tidak pulang terlambat dari kampus ia pasti sudah tiada kini, ditinggalin oleh kedua orang tuanya, (Assistant II Walikota Sabang, DRS.M.Nasir).
Menurut penulis, kisah ini akan segera diangkat ke layar lebar.
launching di adakan pekan April lalu di tengah-tengah masyarakat Sabang yang berada dari Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
Buku tersebut bisa didapat di toko buku terdekat atau langsung pesan ke penerbitnya, terima kasih.
Pendapat para pembaca:
"Air mata tak tertahankan membaca cerita-cerita indah yang penuh inspirasi kenangan indah mengenai aceh kembali teulang, buku ini pantas dibaca berulang-ulang dan cocok untuk segala usia, karena sarat makna menuju ketentraman hati"
(Ubiet-seniwati, jakarta)
"Di tengah upaya anak bangsa untuk membangun indonesia dengan semangat spiritual ke-Islaman, buku ini seakan menjawab untuk mengajak kita lebih mendekat dan menikmati dan mensyukuri segala rahmat dan karunia-Nya"
(Farhan Hamid, anggota DPR-RI)
"Seakan-akan tragedi Tsunami di Aceh kembali terulang di dalam ingatan. Iqbal Hamdy mampu merangkai kata demi kata dengan indah dan sangat menggugah.
Bab cerita "Puspa Indah di Taman Rabbi" menjadikan saya untuk segera menggunakan jilbab yang telah lama saya rindukan".
(Miri-Miriati Associates, jakarta)
"Buku pertama Iqbal Hamdy, membuat aku harus membacanya secara perlahan untuk meresapi butir-butir katanya yang indah. Puisinya sangat indah mengambarkan kebesaran Ilahi. Buku ini membuat hidup saya menjadi lebih berarti, kami nantikan buku-buku lanjutannya. "Bravo"
(Utami-Redaktur Media Indonesia)
"Sungguh aku tergugah dan terpana dengan cerita-cerita yang menyentuh, walaupun saya bukan seorang muslim, tapi buku ini sangat akrap dalam menjalani kehidupan agar lebih damai, dan berarti bagi orang lain"
(Dr.Ryan Wijaya-Bandung)
"Sudah saatnya Indonesia memiliki penulis seperti Iqbal Hamdy, yang mampu mengajak pembacanya menyelami arti hidup dan kehidupan, ceritanya ringan, tidak menggurui, namun sarat dengan kata-kata bijak yang mengungah jiwa"
(Sri Mulyati-pengajar, Bekasi)
Penulis: Iqbal hamdy
Atau yang biasa dipanggil Bang Eboth dilahirkan di Sabang 14 januari 1965, NAD.
Sekalah Dasar hingga SMP di Sabang, yang merupakan Nol kilometer, ujung barat negara kesatuan RI, lalu hijrah SMA ke Jakarta dan akhirnya meraih sarjana ekonomi management.
Buku ini dipersembahkan untuk AMANI (Yayasan amalan Insani) suatu organisasi Nirlaba untuk mendidik yatim-piatu dan remaja putus sekolah di Nanggroe Aceh Darussalam, dalam pendidikan informal untuk menjadi bekan hidup dihari depan.
"Demi pagi yang cerah gemilang, dan demi malam bila senyap dan kelam, tuhan-Mu tidak mengingalkanmu, juga tidak dia merasa benci. Sesungguhnya hari yang akan datang itu lebih baik bagi kamu. Dari pada saat ini, sehingga kamu memperoleh Ridha (senang hati)".
(QS.93-Adh Dhuha:1-5).
Kilasan isi buku pilihan:
Ucapkan Selalu Asma Allah
Minggu pagi yang cerah, 26 Desember 2004 sekitar jam delapan pagi. Maimunah yang baru saja tiba di Kota Meulaboh dari Banda Aceh sedang menikmati indahnya suasana di sekitar tempat tinggalnya. tiba-tiba saja gempa hebat mengguncang. Seketika manusia berhamburan lari keluar rumah dengan menyebut Asma Allah.
Begitu pula dengan Maimunah. Ia segera kembali ke rumah tempatnya menginap menemui keponakannya, Lina. Mereka berdua segera membawa dua orang anak Lina, Aulia yang berusia 6 bulan dan Hafiz, 3 tahun, yang saat itu masih terlelap tidur. Dalam keadaan panik, Maimunah membawa Aulia dan Lina mengendong Hafiz berlari ke pekarangan rumah. mereka berusaha keluar dari dalam rumah untuk menghindari ambruknya rumah yang dapat terjadi seketika. Dalam pelukan maimunah, Aulia tampak tersenyum seakan tidak peduli dengan situasi yang mencemaskan tengah terjadi.
Dari kejauhan terdengar suara gaduh dan teriakan minta tolong yang mengatakan bahwa air laut telah naik ke darat. Dalam sekejat saja gelombang Tsunami menghantam daratan. Air laut yang berwarna hitam bergulung-gulung melanda Maimunah dan Lina beserta dua orang anaknya.
Dengan bersusah payah Maimunah, berusaha memegang pagar rumah untuk menahan derasnya terjangan air laut. Namun, akhirnya tubuh Maimunah terseret masuk dalam gelombang air yang gelap pekat bercampur pasir.
Tangannya tetap erat memeluk tubuh mungil aulia. Entah berapa banyak air yang terasa asin dan pahit terminum olehnya. Tubuhnya terasa luluh lantak terhantam balok kayu yang terbawa arus. Dengan kondisi lemas,Maimunah masih sempat menyerahkan Aulia kepada Lina.
Tiba-tiba gelombang air laut kedua muncul datang menghantam dengan ombak yang lebih tinggi. Arusnya lebih deras dari sebelumnya. Tubuh Maimunah terseret jauh entah kemana, hanyut bersama puing-puing dan berbagai benda yang di sapu arus laut dari bibir pantai.
Ketika Maimunah tersadar, tubuhnya tersangkut di belakang pintu sebuah gedung perkantoran. Ia berupaya melepaskan bajunya yang tersangkut di pintu gedung tersebut. Namun, arus yang deras dan kondisinya yang lemah membuat ia sulit melepaskan bajunya dari pintu gedung. Dia pasrah dengan kondisi tersebut, hanya Asma Allah yang selalu dibaca dalam hati. Maimunah menyerahkan diri kepada allah, jika saat tersebut menjadi akhir dari hidupnya. Ia telah bersiap diri untuk menerimanya.
Namun tersangkutnya baju Maimunah pada pintu gedung perkantoran tersebut, justru menjadi penyelamat jiwanya. seandainya saja bajunya tidak tersangkut, mungkin tubuhnya telah terseret lebih jauh entah kemana bercampur baur dengan berbagai benda besar seperti balok kayu yang sewaktu-waktu dapat merenggut jiwa.
"Tuhan kamu (Allah) berfirman,"Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu," Sesungguhnya orang-orang yang takabur dari menyembah-Ku, mereka akan masuk jahannam dalam keadaan terhina". (QS. 40. Al Muminun:60).
Dengan sisa tenaga yang masih dimiliki, Maimunah berupaya merobek bajunya yang tersangkut dipintu. Pintu gedung perkantoran yang sebelumnya terkunci rapat, kini telah terbuka karena hantaman gelombang Tsunami yang ganas, Maimunah berupaya menyelamatkan diri dengan memasuki gedung perkantoran yang tidak dikenalnya. Sambil berdoa di dalam hati, ia berharap semoga ia, keponakan, dan cucunya, dilindungi oleh Allah serta terhindar dari malapetaka yang tidak terduga.
Maimunah kemudian merengkuh sebongkah kayu besar yang terapung di dekatnya untuk ia pergunakan sebagai pelampung. Ia terus berupaya masuk ke dalam gedung untuk menyelamatkan diri. Dalam benaknya, Maimunah masih memikirkan nasib Lina beserta dua orang anaknya. Bagaimana dengan nasib mereka saat ini, apakah mereka masih selamat atau telah meninggal dunia?
Di dalam gedung, ada beberapa orang yang juga sedang berusaha menyelamatkan diri. Dengan sisa tenaga yang masih ada, Maimunah berupaya berenang dan naik ke sebuah lemari buku. Gelombang Tsunami sudah mulai reda namun air masih belum surut. Ia khawatir masih ada gelombang berikutnya yang terjadi lebih dahsyat. Rasa panik dalam dirinya belum sepenuhnya hilang, karena ia masih merasakan getaran gempa susulan.
Maimunah kemudian berusaha untuk naik ke plafon gedung yang saat itu telah di isi oleh beberapa orang yang selamat. Mereka saling bahu membahu walaupun satu sama lain tidak saling mengenal. Nasib dan penderitaan telah menyatukan mereka bagaikan suatu regu penyelamat. Beberapa pria berupaya menjebol atap gedung yang terbuat dari seng, dan mencoba untuk naik dan melihat situasi di luar dengan jelas. Matahari yang bersinar terang membuat seng menjadi panas. Namun panas tersebut sudah tidak dirasakan lagi oleh mereka yang saat itu dilanda derita.
Terdengar tangis bocah kecil yang selamat, bingung mencari ayah dan bundanya yang entah dimana berada. Haus dan dahaga mulai menyerang. Tapi, tidak ada setetes airpun yang dapat diteguk.
Hanya dengan doa sambil menyebut segala kebesaran-Nya yang dapat membuat hati Maimunah terasa sejuk. Dalam kondisi tubuh yang lemah dan memar serta luka tersayat, akhirnya Maimunah tertidur di atas plafon.
sabda Rasullulah:
"Doa itu memberi manfaat kepada sesuatu yang telah diturunkan Allah dan yang belum, oleh sebab itu berdoalah kamu wahai hamba-hamba Allah"
(HR. Al-Hakim dan Akhmad).
Diterbitkan oleh penerbit Republika
jl.pejaten raya no.40 jati padang
jakarta selatan 12540
telp/fax:(021) 789 2845/789 2842
ISBN :979-3210-66-4
Tebal : ix + 200 halaman
Cetakan pertama, maret 2006
Maimunah Djuned / Nurlina Nasir
jl.Raden Saleh no. 3 Kota Atas
SABANG-NAD 23511
telp:(62652) 21061
SISA-SISA TSUNAMI DI BANDA ACEH
Desa lambung, kecamatan Meuraxa Banda Aceh, 500 meter dari pantai Ulhe lhee.
Penduduk dari 2000 jiwa tinggal 10% , yaitu 200 jiwa yang selamat